Selasa, 28 September 2010

One Week Before D-Day

Torehan pertama di blog ini. Blog yang sengaja dibuat untuk merekam jejak perjalanan kami. Perjalanan doa-doa . . .

Hari ini, lima hari sebelum akad. Keluargaku sudah mulai terlihat sibuk mengurus berbagai hal. Bapa yang tidak habis-habisnya menyortir undangan. Ibu yang mulai menata-nata barang seserahan. Ita yang kesibukkannya harus selalu dengan order, dan mbah putri yang eksis di segala hal.


Huff. Repot, ribet, pusing – kalau boleh dibilang, menikah sebaiknya hanya satu kali saja. Alasannya ya karena ribet urusan yang macem-macem ini. Benar kata Gita, kami sebetulnya menginginkan sebuah pernikahan yang sederhana saja, tetapi khusyu dan dihadiri oleh semua teman kami. Dengan ceramah dari ustad haroki. Dengan hiburan syahdu, entah nasyid atau musikalisasi puisi. Dengan hijab walimah seadanya, meski hanya pot-pot tanaman tetapi menunjukkan identitas karakter dakwah. Dan tentu saja dengan makanan yang juga sederhana. Tapi, apa daya – kerja 5 bulan  tidak mungkin bisa menutup berbagai kebutuhan pernikahan. Ditambah lagi sudah 3 bulan ini aku tidak mendapat rapelan. Situasi yang menjadi serba rumit karena kami akan melangsungkan pernikahan di gedung yang bisa dibilang "cukup" mewah di daerah Margonda.

Entahlah, mungkin karena kami belum menjadi orangtua, maka kami sulit memahami keinginan orangtua saat ini. Tiba-tiba, aku merasa pernikahan ini milik mereka. Kontribusi yang kami berikan seolah tidak ada apa-apanya dibandingkan dana yang sudah dan akan mereka keluarkan sampai acara selesai. Wajar memang, jika mereka terkesan memiliki acara ini. Sudahlah, khusnuzhon saja bahwa orangtua selalu memikirkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Kali ini pun, pastilah aku dan Gita diberikan yang terbaik oleh mereka. [wira]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar