Kamis, 02 Agustus 2012

barakallah fi umrik ya zaujaty


Malam hari, tanggal 17 Juni, Musdah Mulia berkicau di acara talkshownya Slamet Raharjo di TVRI. Dia bilang, umat Islam perlu melakukan reinterpretasi ayat-ayat yang membuat kedudukan wanita tidak setara dengan kaum lelaki. Saat itu, aku sangat ingin membangunkanmu untuk menonton bersama talkshow feminisme itu. Aku pikir, acara seperti itu asyik ditonton bagi kita yang tidak sependapat dengan para aktivis feminis seperti Musdah Mulia. Tapi, ternyata kau sedang tidur bersama Nala, anak cantik itu. Aku urung membangunkanmu, karena membangunkanmu sama artinya menganggu kenyamanan tidur Nala. Kita tahu persis, Nala tidak bisa tidur nyenyak kalau kau tidak ada di sebelahnya. Terpaksa, aku tonton sendiri diskusi seru itu. Dan tengah malam itu, kau berulang tahun.
Aku minta maaf karena belum bisa memberikanmu nafkah secara benar. Nafkah lahir  yang seharusnya berupa makanan siap santap malah aku konversi dalam bentuk uang belanja. Alih-alih sudah menjadi tradisi di masyarakat kita. Dan akhirnya, kau terbiasa membuatkanku sarapan dan makan malam yang sejatinya sama sekali bukan tanggung jawabmu. Aku minta maaf sekaligus berterima kasih kau mau menerimaku apa adanya. Membuatkanku sarapan dan makan malam yang lezat. Tapi, kau tahu, orang-orang feminis itu mencoba untuk membuatmu keluar dari rumah dan bisa mencari nafkah untuk keluarga atas nama kesetaraan gender. Oh tidak, mereka semakin memojokkanku. Padahal, kau bekerja selama ini bukan untuk dirimu sendiri. Dan kau tidak pernah bekerja atas dasar kesetaraan gender. Kau bekerja untuk mengakselerasi mimpi-mimpimu, dan kali ini kau selaraskan dengan mimpi-mimpiku, mimpi-mimpi kita.
            Sejenak, aku berpikir, sudah sampai mana kita berjalan bersama-sama selama ini? Apakah diskusi kesetaraan gender masih layak kita dengarkan? Sepertinya, aku sudah bersyukur dengan dirimu yang selalu  menerimaku sebagai pemimpin rumah tangga. Sebagai suami yang memiliki kewajiban ini-itu untuk istri dan anaknya. Aku tidak pernah takut dengan banyaknya buku yang kau baca, karena kau selalu bisa mengelaborasinya dalam koridor akhlak seorang muslimah. Aku tahu kau selalu ingin lebih baik lagi, dan kau harus tahu kita tidak perlu saling menunggu untuk hal itu.
            Aku yang masih mencari-cari bentuk suami ideal, tentu saja gerah dengan diskusi feminis, apapun konteksnya. Jangankan untuk mengekang seorang istri, untuk memberi teladan yang baik saja susahnya bukan main. Justru aku yang selama ini mengambil hikmah dari setiap aktivitasmu dengan Nala. Melihatmu yang begitu menyayangi Nala, membuatku harus mengingat lagi betapa dulu ibuku pasti juga memberi kasih sayang yang sama seperti itu. Semakin aku melihatmu menyayangi Nala, semakin aku menyayangi ibuku. Dan tentu saja, kau sudah lebih dulu mempraktikkan hal itu dengan ibumu. Terima kasih, Gita Romadhona, istriku. Semoga umur kita berkah, tetaplah berusaha menjadi teladan bagi Nala. Tetaplah menjadi temanku membaca ayat-ayat Allah, bukan merekonstruksinya. Amien ya rob..

3 komentar: