Malam hari, tanggal 17 Juni, Musdah Mulia berkicau di acara
talkshownya Slamet Raharjo di TVRI. Dia bilang, umat Islam perlu melakukan
reinterpretasi ayat-ayat yang membuat kedudukan wanita tidak setara dengan kaum
lelaki. Saat itu, aku sangat ingin membangunkanmu untuk menonton bersama
talkshow feminisme itu. Aku pikir, acara seperti itu asyik ditonton bagi kita
yang tidak sependapat dengan para aktivis feminis seperti Musdah Mulia. Tapi,
ternyata kau sedang tidur bersama Nala, anak cantik itu. Aku urung
membangunkanmu, karena membangunkanmu sama artinya menganggu kenyamanan tidur
Nala. Kita tahu persis, Nala tidak bisa tidur nyenyak kalau kau tidak ada di
sebelahnya. Terpaksa, aku tonton sendiri diskusi seru itu. Dan tengah malam
itu, kau berulang tahun.
Aku minta maaf karena belum bisa memberikanmu nafkah secara
benar. Nafkah lahir yang seharusnya berupa
makanan siap santap malah aku konversi dalam bentuk uang belanja. Alih-alih
sudah menjadi tradisi di masyarakat kita. Dan akhirnya, kau terbiasa
membuatkanku sarapan dan makan malam yang sejatinya sama sekali bukan tanggung
jawabmu. Aku minta maaf sekaligus berterima kasih kau mau menerimaku apa
adanya. Membuatkanku sarapan dan makan malam yang lezat. Tapi, kau tahu,
orang-orang feminis itu mencoba untuk membuatmu keluar dari rumah dan bisa
mencari nafkah untuk keluarga atas nama kesetaraan gender. Oh tidak, mereka
semakin memojokkanku. Padahal, kau bekerja selama ini bukan untuk dirimu
sendiri. Dan kau tidak pernah bekerja atas dasar kesetaraan gender. Kau bekerja
untuk mengakselerasi mimpi-mimpimu, dan kali ini kau selaraskan dengan
mimpi-mimpiku, mimpi-mimpi kita.
Sejenak, aku berpikir, sudah sampai
mana kita berjalan bersama-sama selama ini? Apakah diskusi kesetaraan gender
masih layak kita dengarkan? Sepertinya, aku sudah bersyukur dengan dirimu yang
selalu menerimaku sebagai pemimpin rumah
tangga. Sebagai suami yang memiliki kewajiban ini-itu untuk istri dan anaknya.
Aku tidak pernah takut dengan banyaknya buku yang kau baca, karena kau selalu
bisa mengelaborasinya dalam koridor akhlak seorang muslimah. Aku tahu kau
selalu ingin lebih baik lagi, dan kau harus tahu kita tidak perlu saling
menunggu untuk hal itu.
Aku yang masih mencari-cari bentuk
suami ideal, tentu saja gerah dengan diskusi feminis, apapun konteksnya.
Jangankan untuk mengekang seorang istri, untuk memberi teladan yang baik saja
susahnya bukan main. Justru aku yang selama ini mengambil hikmah dari setiap
aktivitasmu dengan Nala. Melihatmu yang begitu menyayangi Nala, membuatku harus
mengingat lagi betapa dulu ibuku pasti juga memberi kasih sayang yang sama
seperti itu. Semakin aku melihatmu menyayangi Nala, semakin aku menyayangi
ibuku. Dan tentu saja, kau sudah lebih dulu mempraktikkan hal itu dengan ibumu.
Terima kasih, Gita Romadhona, istriku. Semoga umur kita berkah, tetaplah
berusaha menjadi teladan bagi Nala. Tetaplah menjadi temanku membaca ayat-ayat
Allah, bukan merekonstruksinya. Amien ya rob..
Ah, Gita Manis amat sih ini. Selalu berlimpah bahagia begini, lah. Aamiin.
BalasHapussubhanallah
BalasHapusindahnya
amin..
BalasHapuspostingan yang bagus dan menginspirasi..
like it
Obat Herbal Fistula Ani
Obat Herbal Tulang Keropos
Obat Herbal Kanker Kandung Kemih
Obat Herbal Amandel Kronis
Obat Herbal Vertigo Akut
Obat Herbal Glaukoma
Obat Herbal Ispa
Obat Herbal Disentri
Obat Herbal Varises
GLOW Enhanz
Obat Herbal Kanker Usus Halus
Obat Herbal Sipilis
Obat Herbal Alzheimer
Obat Herbal Epilepsi
Obat Herbal Pasca Stroke Berat
Obat Herbal Kanker Hati
Obat Herbal Kanker Pankreas
Obat Herbal Meningitis
Obat Herbal Faringitis