Selasa, 16 November 2010

TEST-PACK

Sudah sekitar satu minggu gita mengatakan padaku kalau ia terlambat datang bulan. Sampai hari ini-pun ia belum juga datang bulan. Namun, gejala-gejala seperti layaknya orang datang bulan tetap ia rasakan. Perasaan yang aneh, tapi juga membuat penasaran. Gita mencari tahu di internet bahwa gejala awal kehamilan bisa jadi memiliki sifat yang sama seperti gejala pra-menstruasi. So, ia sangat bersemangat untuk tetap terlambat tiap harinya. Yang aneh adalah, ia sama sekali tidak merasa mual. Padahal, yang kami tahu semua perempuan mual-mual ketika mulai hamil.

Hari ini gita memakai test-pack untuk menguji apakah dirinya benar-benar hamil atau tidak. Dan hasilnya, dua strip merah pada papan test-pack yang menunjukkan ada hormon apalah itu namanya yang artinya ia hamil. Alhamdulillah... Nanti malam kami akan pergi ke dokter untuk memeriksa kehamilan gita secara medis. Semoga gita benar-benar hamil dan aku akan segera memasuki masa-masa penantian yang panjang. Ya, 9 bulan yang panjang. Apakah anak kami akan seperti Miiko atau Mamoru. Hehe, dua tokoh cerita komik Ono Eriko itu membuatku sering berkhayal tentang keluarga kecil yang hangat seperti dalam cerita mereka.

TIba-tiba aku lupa bagaimana seharusnya bereaksi terhadap berita yang luar biasa ini. Tiba-tiba juga semua tidak seperti yang biasa aku lihat di film-film. yah, memang tidak perlu memakai template dialog yang ada di film-film. Semua rekasi normal dan alamiah. Aku sangat bahagia, meski cuma test-pack seharga 20.000. Semoga Allah tetap bersama kami, amien . . .
(wiRa)

RUTINITAS UNDUH MANTU

Setelah selesai berbulan madu di Jogja, kami diharuskan menetap barang satu-dua minggu di rumahku. Tentu saja hal itu atas permintaan Ibu dan Bapak yang menganggap sudah seharusnya demikian. Alasan mereka sederhana saja. Pertama, mereka belum mengenal gita lebih dekat sebagai anak yang tiap hari berperilaku dan bersikap. Mereka seolah ingin membuktikan bahwa piihanku tidak salah. Hal seperti ini yang menjadikan gita merasa seperti di-inisiasi, padahal tidak demikian. Ini hanya masalah pendekatan agar kedua orangtuaku tidak lagi menganggap gita sebagai tamu di rumah. Kedua, mereka beranggapan bahwa untuk memulai suatu kehidupan baru yang terpisah dari orang tua dibutuhkan persiapan yang tidak sederhana. Yang dimaksud di sini adalah perihal memilih rumah kontrakkan, membeli perabotan dan lain-lain. Itikad baik kedua orangtuaku adalah menjadikan kami bisa menabung dalam rangka persiapan tersebut. Menabung dengan cara makan-minum gratis di rumah, jadi gaji kami utuh, katanya . . . mmm nggak juga sih, nggak sama sekali bahkan.

Aturan pertama di rumahku adalah bangun pagi. Tiap orang diwajibkan bangun pagi paling telat sekitar pukul 05.30. Pokoknya, pada jam-jam tersebut, tiap orang harus sudah memiliki aktivitas fisik yang nyata dan terlihat, misalnya menyapu, bersih-bersih, atau sekedar mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Pada jam-jam tersebut sangat diharamkan untuk tidur dan berleha-leha di kasur. Aturan ini adalah masalah besar untuk istriku gita yang terbiasa tidur lagi setelah solat shubuh. Di hari-hari pertama, ia betul-betul terlihat gak sanggup menjalaninya. Tapi, belakangan ini, ia sudah mulai terbiasa, alhamdulillah.

Aturan kedua adalah sarapan. Setiap orang wajib sarapan sebelum berangkat. Sarapan dengan hidangan yang disediakan. Kalau tidak suka, boleh masak telur dadar atau ceplok, intinya tetap sarapan. Sarapan meski dengan sesendok nasi, asalkan ada bekas piring kotor di tempat cuci piring. Sepintas aturan ini baik-baik saja. Tapi, jika dilakukan tiap hari maka kita akan merasa mual dengan menu yang sangat tidak variatif. Menu template yang dibuat oleh "yayu" (our housekeeper) adalah segala jenis oseng-oseng dengan tempe di dalamnya. Biasanya ditambah dengan lauk tempe mendoan yang tidak asli. Kadang rasa masakannya sama sekali tidak jelas, kurang garam dan lain-lain. Tapi itu semua tetap menjadi menu yang wajib disantap tiap pagi sebelum berangkat. Oh iya, salah satu yang jadi andalan yayu adalah memanaskan lagi sisa sayur yang tidak habis malam sebelumnya, mantappp!!.

Setelah sarapan kami mulai berangkat ke kantor. Nah, karena jarak rumah dan kantor yang cukup jauh, aku harus mengantar gita setiap jam setengah 7 pagi. Padahal, aku biasa berangkat ke kantor jam 9. Hal itu karena jam masuk kantor kami berbeda. Mengantar dengan motor pada jam orang berangkat kerja. Hufftt, sungguh pegal. Biasanya kami hanya menghabiskan waktu 45 menit untuk pulang ke rumah di malam hari. Tapi, pada pagi hari kami harus mengahabiskan waktu satu setengah jam dengan macet di sana-sini.