Hidup memang milik Allah dan kita masih sama-sama
belajar memaksimalkan kesempatan yang diberikan. Tahun ini harus kau kenang
sebagai tahun yang bersejarah, git. Betapa tidak, Allah mengingatkan lagi pada
kita kalau segala sesuatu itu hanya berasal dari-Nya. Kau harus ingat, atuk,
ayahmu terserang stroke saat baru
satu minggu kita pulang bersenang-senang camping
di Curug Nangka. Saat itu roda kehidupan terasa berbalik. Kebahagiaan yang baru
saja membuncah pasca camping seketika
berubah menjadi kesedihan. Semudah itulah Allah mengatur irama kehidupan
manusia. Dan, di titik itu pula aku mengerti mengapa banyak orang bilang kalau
pelukan hangat itu meringankan beban. Aku membuktikannya bersamamu. Saat itu
kita sangat sering berpelukan, seperti gerakan refleks untuk saling memberi
tambahan kekuatan saat kita gontai. Betul, pelukan memang meringankan beban.
Di luar sana, orang-orang sedang sangat riuh
berpolitik. Luar biasa hingar-bingarnya, sampai-sampai tema obrolan kita
belakangan ini juga membicarakan hal yang sangat mainstream itu. Aku ingat, di tengah-tengah obrolan kita kau sempat
mengatakan seandainya kau tidak menikah denganku mungkin kau sama seperti
orang-orang di luar sana. Orang-orang yang begitu membenci teman-temannya
sendiri yang berbeda pilihan menjelang pemilu. Lucunya, kau juga bilang mungkin
akan membenciku karena aku bersahabat dengan orang-orang yang sedang ramai
diolok-olok di media sosial hari ini terkait afiliasi dan preferensi politik
mereka. Kau salah, git, aku bukan hanya bersahabat dengan mereka, aku bersaudara
dengan mereka.
Syukurlah, kau sudah bersamaku hari ini. Dengan
begitu, kita tidak perlu berperang urat syaraf secara virtual dalam konteks
pemilu. Aku beruntung, kau mau mendengarkan semua nasihat normatifku agar kita
tetap waras menjalin pertemanan dan persahabatan dengan siapa saja. Intinya,
aku beruntung karena kita sudah menjadi teman seperjalanan. Ini adalah kalimat
halusnya, dengan kata lain, “aku sudah menundukkanmu, gita”. Senang rasanya
bisa menjadi pimpinan perjalanan yang didengarkan arahannya. Seperti senangnya
kita saat berhasil mengajarkan Nala untuk tidak makan kerupuk saat batuk.
Senang rasanya diberi kepercayaan di tengah gejala pembangkangan terhadap
budaya “patriarki” oleh sekelompok orang-orang latah. Meski aku tahu persis,
kau jauh berbeda dari para pengasong feminisme itu. Lantas bagaimana, apa kita
damaikan saja orang-orang yang meributkan pemilu di luar sana dengan
pernikahan? Mungkinkah mereka akan jatuh cinta satu sama lain nantinya? Apa aku
mulai terdengar seperti Mario Teguh? Hehe.
Aku tidak akan banyak menulis untukmu kali ini
karena naif rasanya untuk membuat tulisan romantis pada seorang editor romance. Hanya saja, aku percaya bahwa kasih
sayang bisa mengabadi pada tulisan. Bukan karena teksnya, tapi karena
konteksnya. Seperti saat ini -- saat aku membuat tulisan ini. Setelah aku
membaca ulang dari atas, aku merasa tulisan ini masih belum mewakili melankolia
yang terjadi. Artinya, kau harus selalu memahami konteksnya untuk bisa meyakini
bahwa tulisan ini sangat romantis. Dengan begitu, kau akan sanggup tersipu-sipu
hanya dengan SMS-ku yang berbunyi, “lagi
ngapain, bun?”.
Semoga, hari-hari di depan sana lebih mudah untuk
dimaknai agar tidak terlewat begitu saja. Semoga, tidak ada lagi ketergesaan
dalam hidup. Karena seluruh pencapaian hidup yang serba materialis itu hanya
bualan para motivator. Semoga kita bisa memunguti hikmah yang disediakan oleh
Allah di setiap perjalanan. Hikmah yang berserakan tapi kadang sering luput
dari pengamatan. Tetaplah menjadi teman perjalananku, gita. Barakallah fi umrik ya zaujaty.
terharu membacanya,,
BalasHapusbagus sekali, sangat menarik
nice post
Obat Herbal Kanker Otak Tanpa Operasi
Obat Herbal Tetanus Tradisional
Obat Herbal Campak
Obat Herbal Lupus
Obat Herbal Paru-Paru Basah
Obat Herbal Kaki Gajah Bengkak
Obat Herbal Faringitis
Obat Herbal Asam Lambung Kronis Paling Ampuh
Suplemen Kecantikan
BalasHapusHarga Beli Mobil Astra Daihatsu Ayla Baru
BalasHapusHarga Beli Mobil Daihatsu Ayla Baru